More
    HomeOpiniBELAJAR DARI JEJAK-JEKAK TAHANAN POLITIK DI PULAU BURU

    BELAJAR DARI JEJAK-JEKAK TAHANAN POLITIK DI PULAU BURU

    Ketika awal mendengar akan mendapatkan tugas kunjungan ke Pulau Buru, yang terbayang di benak adalah pulau yang menyeramkan. Pulau Buru sudah terlanjur terstigma sebagai pulau tempat pembuangan para tapol (tahanan politik). Namun, rekan-rekan berusaha meyakinkan bahwa itu peristiwa lama. Sekarang sudah tidak demikian. Akhirnya, terbersit keinginan, semoga dapat melihat dari dekat, seperti apa lokasi tempat pembuangan para tahanan politik itu sekarang.

    Tahun 1969-1971 merupakan masa-masa pembuangan para tahanan politik ke Pulau Buru. Para tahanan datang secara bergelombang. Gelombang terakhir terjadi pada tahun 1971. Mereka yang dibuang ke Pulau Buru merupakan tahanan yang “distigmakan”, dan diberi label sebagai kelompok PKI atau para pengkhianat Negara. Terdapat sekitar 10.000 tahanan politik yang dibuang ke Pulau Buru. Salah satunya adalah sastrawan Pramoedya Ananta Toer. Mereka mengalami siksaan dan kerja paksa. Dipaksa untuk membabat hutan di Pulau Buru yang dahulu berupa hutan lebat dan menjadikannya lahan sawah, jembatan, juga jalan. Pramoedya sendiri menghasilkan 4 buah buku yang ditulis ketika masih dalam masa tahanan di Pulau Buru. Buku-bukunya antara lain, Bumi Manusia, Semua Bangsa, Jejak Langkah, dan Rumah Kaca. Semuanya terangkum dalam Tetralogi Pulau Buru.