Oleh: Adi Noka
(Warga Kayu Putih)
Pengantar
Awal kata-kata disebut demikian, “sungguh apes warga kota ini”. Mengapa? Berbagai aspirasi warga (pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan sosial) ke Pemerintah Kota Kupang yang telah dijawab (bottom up) menjadi polemik karena Wakil Rakyat (DPRD Kota Kupang).
Pertanyaannya, Siapakah yang harus disalahkan? Pemerintah Kota Kupang (Pemkot Kupang) yang aktif menjawab aspirasi warga? Ataukah DPRD Kota Kupang yang belum memahami aspirasi warga? Ataukah justru warga yang harus disalahkan karena memiliki aspirasi? Silahkan saja pembaca beropini!
Artikel ini ditulis atas re-orientasi perdebatan persepsi (cara pandang) yang terjadi akhir-akhir ini di media sosial (facebook) maupun dalam interaksi sosial masyarakat sehari-hari tentang aspirasi warga yang telah bottom up (langsung dari warga) ke Pemerintah tetapi tidak sinkron (sesuai) dengan keinginan Wakil Rakyat (Anggota DPRD) yang lebih berorientasi “apa kata anggota DPRD adalah suara rakyat”.
Banyak diantara nitizen maupun warga menyesalkan para wakilnya di DPRD Kota Kupang. kesesalan mereka cukup simple (sederhana), “…Seharusnya, DPRD Kota Kupang yang jadi garda depan aspirasi warga, bukan sebaliknya menjadi penentang utama aspirasi dari warga. Jika dulu Pemerintah yang sering menyulitkan aspirasi warga yang dititipkan melalui DPRD, saat ini sebaliknya, DPRD yang terkesan menyulitkan aspirasi warga yang benar-benar menjadi kebutuhan warga”. Keadaan inilah mungkin dapat dipersepsikan sebagai warga Kota Kupang sedang apes. Artikel ini ditulis sesuai konsep as de fact dari berbagai referensi untuk mengumpulkan informasi primer dan sekunder kemudian disajikan secara satire (abstraksi).
Program Aspirasi Warga Bidang Pendidikan
Publikasi hasil riset International Journal of Innovative Science and Research Technology (IJISRT), Vol.4(7) in entitle Expenditure Display of Education Cost on Households in Kota Kupang and the Policy of Masterplan melaporkan bahwa komponen biaya yang dikeluarkan oleh setiap rumah tangga (keluarga) di Kota Kupang adalah bidang pendidikan yang mencapai 40,2% dan lebih tinggi dari biaya konsumsi (makan-minum) 27,18% diikuti biaya kesehatan yang hanya 9,03%. Hasil riset ini mendukung fenomena di Kota Kupang bahwa sebelum tahun 2018 banyak terjadi masalah dengan keadaan dan status gizi maupun kesehatan. Status keadaan ini semakin menjadi masalah saat diterbitkannya kebijakan pemerintah yang mencabut subsidi bagi warga, terutama BPJS, Listrik, dan Sembako.
Pengeluaran biaya pendidikan tertinggi dari setiap rumah tangga, yaitu untuk transportasi (34%), seragam komplit (33%), stationery (18%), biaya kuliah (11%), dan lainnya (4%). Peran pemerintah daerah untuk meminimalisir beban rumah tangga ini penting segera dituntaskan. Hal ini juga sesuai intisari ketentuan UU 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan bahwa pemerintah bertanggungjawab terhadap pelaksanaan penyelanggaraan pendidikan yang equality dan berperan aktif dalam penyiapan usaha mencerdaskan anak bangsa.
Berbagai terobosan yang disebut sebagai aspirasi warga tersebut telah diaksikan oleh Walikota Kupang dalam menjawab aspirasi warga dengan cara: (1) meminimalisir (mengurangi) beban transportasi anak sekolah di Kota Kupang maka Pemkot Kupang menjalin komunikasi dengan Kemenhub RI, dan alhasil 1 bus sekolah dan 5 bus rapid transportation menjadi milik Pemkot Kupang agar digratiskan transportasi bagi anak sekolah, tetapi beberapa bus belum dapat dioperasikan karena usulan anggaran operasional bus agar transportasi anak sekolah bisa gratis belum direspon baik sebagai aspirasi warga oleh DPRD Kota Kupang; (2) beban rumah tangga untuk pengadaan seragam komplit bagi anak sekolah diambil alih oleh Pemkot Kupang melalui bantuan seragam komplit untuk setiap siswa SD sampai SMP dengan total 70.956 siswa, namun setelah program ini berjalan sehingga para orang tua tidak terbebani lagi, saat ini masih saja terus dipersoalkan oleh DPRD Kota Kupang; (3) Pemkot Kupang juga berhasil mengurangi beban rumah tangga untuk pengadaan alat tulis menulis bagi anak sekolah karena Walikota Kupang berhasil memperjuangkan sebanyak 60.000 beasiswa PIP dari Kemendikbud RI ke Kota Kupang yang dapat digunakan para siswa untuk membeli kebutuhan belajar maupun keperluan bersekolah; (4) Pemkot Kupang juga menyiapkan total anggaran Rp.5 miliar rupiah untuk membantu biaya studi di perguruan tinggi oleh keluarga yang kurang mampu melalui beasiswa mahasiswa.
Tujuan beberapa terobosan aksi Pemkot Kupang di atas adalah mengurangi sampai habis beban pengeluaran biaya rumah tangga untuk bidang pendidikan sehingga dapat dialihkan ke kepentingan dan kebutuhan lain dalam rumah tangga seperti biaya untuk konsumsi maupun biaya untuk kesehatan. Meskipun sebagian aspirasi warga tersebut telah dijawab melalui aksi Pemkot Kupang, tidak serta merta akan terus berlanjut karena dukungan DPRD Kota Kupang terkesan sangat lemah terhadap aspirasi warga, bahkan keengenan DPRD tampak nyata saat memangkas sebagian anggaran yang telah dikumpulkan Walikota Kupang dari efisiensi perjalanan dinas lingkup Pemkot Kupang. “Saat Walikota Kupang berani memangkas seluruh biaya perjalanan dinas di eksekutif untuk kepentingan publik, beranikah DPRD Kota Kupang memangkas anggaran perjalanan dinas mereka yang tidak ada manfaatnya untuk rakyat?”
Program Aspirasi Warga Bidang Kesehatan
Publikasi hasil riset International Journal of Latest Research in Humanities and Social Science (IJLRHSS) in entitle Strategies for handling stunting risk in Indonesia (case study in Kupang City, NTT Province) melaporkan bahwa status kesehatan masyarakat di Kota Kupang masih rendah sampai tahun 2018 karena faktor ekonomi (kemiskinan) dan kesiapan fasilitas pelayanan kesehatan. Keadaan ini pun harus diintervensi oleh Pemkot Kupang agar beban pengeluaran kesehatan pada rumah tangga warganya dikurangi.
Kemiskinan menjadi akar masalah sehingga meskipun jaminan kesehatan BPJS yang telah disubsidi maupun disiapkan oleh Pemerintah masih saja ada tunggakan yang belum mampu dilunasi oleh warga. Terhadap hal ini, Pemerintah Kota Kupang mulai menginisiasi berbagai terobosan, dan salah satunya adalah memangkas habis perjalanan dinas pribadinya dan para SKPD agar bisa dialihkan ke biaya BPJS untuk masyarakat.
Efisiensi anggaran ini, maka Pemerintah Kota Kupang berhasil mengumpulkan uang sebesar Rp24 miliar yang direncanakan membantu 140.133 orang untuk BPJS gratis di Kota Kupang. lagi-lagi, beda tujuan maka beda hasil. Tujuan baik Pemerintah Kota Kupang harus kandas di DPRD Kota Kupang karena dipangkas setengahnya untuk kepentingan yang sepertinya berorientasi pada kepentingan di DPRD Kota Kupang, entah itu apa? Aksi pangkas dari DPRD Kota Kupang ini, akhirnya menyebabkan ±10.000 orang warga di Kota Kupang tidak memperoleh BPJS. Ketika warga memprotes karena belum mendapat BPJS, Anggota DPRD Kota Kupang ada yang menyalahkan Pemerintah Kota Kupang. Budaya cuci tangan ternyata masih ada dijaman yang modern ini, jelas salah satu warga. “…lagi-lagi DPRD Kota Kupang selalu menyalahkan pihak eksekutif meskipun di lain pihak Pemkot Kupang benar-benar bekerja untuk masyarakat…,”.
Seharusnya, DPRD Kota Kupang adalah garda depan bidang kesehatan warga Kota Kupang, dan tidak membiarkan Pemkot Kupang berpeluh dan berjalan sendiri mengurusi warganya. Tetapi ini terkesan sebaliknya, Pemkot Kupang berjuang sendiri tanpa ada dukungan penuh dari DPRD Kota Kupang.
Meskipun demikian, warga Kota Kupang bolehlah bersyukur bahwa tanpa dukungan penuh dari DPRD Kota Kupang masih ada kerja nyata dari Pemerintah Kota Kupang dalam bidang kesehatan seperti seluruh Puskesmas di Kupang telah terakreditasi dan menjadi role modelPuskesmas di Indonesia, Kota Kupang menjadi pusat contoh penanganan stunting dan kurang gizi di Indonesia, RSU SK Lerik menjadi contoh fasilitas kesehatan lengkap di NTT, revolusi pelayanan kesehatan dari menunggu panggilan menjadi ketuk pintu, dan hampir seluruh warga Kota Kupang dapat menerima BPJS jika DPRD Kota Kupang tidak memangkas anggaran.
Program Aspirasi Warga Bidang Kesejahteraan Sosial
Masalah kesejahteraan sosial merupakan fenomena kemakmuran dalam perspektif makluk sosial. Kemiskinan, kriminalitas, korupsi, dan lainnya merupakan gejala sosial dalam perspektif bidang kesejahteraan sosial. Kota Kupang merupakan wilayah yang juga penuh akan dinamika masalah kesejahteraan sosial tersebut.
Kesejahteraan sosial telah banyak dilakukan oleh Pemerintah Kota Kupang melalui gebrakan-gebrakan yang bisa dibilang tidak mampu diikuti ritmenya oleh DPRD Kota Kupang sebagai mitra kerjanya, seperti: (1) Walikota Kupang memangkasi seluruh anggaran perjalanan dinas di Pemkot Kupang untuk dialihkan ke penyelesaian masalah kesejahteraan sosial, tetapi sesampainya dipembahasan DPRD Kota Kupang, anggaran tersebut dipangkas lagi untuk keperluan dan kepentingan yang tidak jelas, dan bisa saja diduga untuk orientasi kepentingan Anggota DPRD Kota Kupang; (2) Walikota Kupang memangkas seluruh biaya operasional kantor yang tidak efektif dan efisien untuk mengurangi kriminalitas dan meningkatkan wahana kota melalui penerangan, namun tidak sepenuhnya didukung oleh DPRD Kota Kupang, meskipun demikian Pemerintah Pusat masih berbaik hati untuk membantu Pemkot Kupang. Hal ini dikarenakan Pemerintah Pusat memahami benar bahwa Walikota Kupang benar bekerja untuk menjawab aspirasi rakyat; (3) Walikota Kupang melakukan terobosan-terobosan pembangunan seperti penataan taman kota, penataan penerangan big three, penataan wilayah pariwisata, dan lainnya menggunakan dana CSR (bukan APBD) namun DPRD Kota Kupang terkesan diam saja, bahkan ada oknum tertentu yang protes akan hal tersebut, seharusnya, DPRD Kota Kupang mendukung karena pembangunan daerah tidak menggunakan dana APBD tetapi dana CSR; (4) demikian juga yang Walikota Kupang lakukan untuk mengalihkan seluruh anggaran seremonial di lingkup SKPD yang tidak ada manfaatnya untuk membantu para lansia di Kota Kupang karena banyak dari mereka yang masih diusia senja terus berkerja untuk mendukung keuangan keluarga, namun lagi-lagi diprotes oleh DPRD Kota Kupang tanpa ada usaha dari pihak mereka untuk memangkas biaya perjalanan dinas mereka di DPRD yang terkesan tidak ada manfaatnya bagi warga Kota Kupang.
Vokalis Kenamaan DPRD Kota Kupang
Tidak elok juga jika berbagai opini publik, dinamika, dan aksi dari para Anggota DPRD Kota Kupang tidak dikomunikasikan agar diketahui publik. Sekian banyak anggota DPRD Kota Kupang (Periode 2019-2024), hanya sebagian saja yang dianggap vokal dan bukan berarti yang tidak sebutkan vokal adalah wakil yang hanya diistilahkan “mikrofon rusak” karena tidak pernah berbicara dalam ruang sidang untuk kepentingan rakyat.
Vokalis Anggota DPRD Kota Kupang kenamaan yang banyak diketahui publik, yaitu: (1) Yuvensius Tukung (Fraksi Nasdem) dan Theodora Ewalde Taek(Fraksi PKB) tiba-tiba menjadi ternama karena semangat protes berapi-api terhadap program aspirasi warga Kota Kupang yang diperjuangkan Walikota Kupang, walaupun disisi yang lain, dua tokoh vokal di DPRD Kota Kupang ini sering banyak tampil sebagai juru bicara (jubir) untuk menjelaskan ke media bahwa mereka akan melakukan studi banding keluar daerah, dan dalam sistem keuangan publik dianggap memboroskan anggaran rakyat; (2) Yeheskiel Lodue (Fraksi PDIP) yang dikenal warga Kota Kupang karena jabatannya sebagai Ketua DPRD Kota Kupang, walaupun disisi yang lain, warga Kota Kupang mengenal sosok ini karena beberapa kali terkesan akan dilempari benda dan bahkan hampir adu jotos dengan beberapa oknum temannya yang tidak suka karena Ketua DPRD ini komitmen berdiri tegar bersama Walikota Kupang untuk memperjuangkan aspirasi warga; dan (3) Djainudin Lonek (Fraksi PPP) yang dikenal hanya sebagai pendebat membantu Walikota Kupang untuk memuluskan aspirasi warga Kota Kupang meskipun dirinya terkadang kalah dari suara mayoritas, dan sosok ini juga dikenal sebagai oknum yang sering menyindir sesama rekannya yang tidak pernah bersuara “mikrofon rusak” sehingga tidak bisa membantunya dalam memuluskan aspirasi warga yang sedang diperjuangkan oleh Walikota Kupang.
Penutup
Setiap masa ada waktunya, dan setiap orang ada masanya. Warga Kota Kupang saat ini dapat bersyukur jika memiliki Walikota Kupang yang peduli akan aspirasi mereka, juga legislator yang komitmen terhadap aspirasi konstituennya. Tetapi keadaan ini tidak bisa juga mengeliminasi bahwa dalam gedung wakil rakyat Kota Kupang terdapat berbagai macam komitmen yang diluar dari harapan warga Kota Kupang, dan inilah dampak dari adanya demokrasi.