Kupang, lensantt.com- Persoalan antara Pemprov NTT dan waga Besipae terus bergulir.
Kali ini Oraganisasi yang tergabung dalam Aliansi Solidaritas Besipae menggelar aksi di kantor Gubernur NTT pada Jumat (07/08/2020).
Dalam aksi itu mereka meminta pemprov NTT menghentikan upaya perampasan hutan Pubabu dan segala intimidasi terhadap masyarakat.
“ Hentikan Perampasan Hutan Pubabu, Lawan segala bentuk Intimidasi terhadap Masyarakat Pubabu, Lawan segala bentuk penggusuran dan Lawan Monopoli Tanah Rakyat“ kata Koordinator Umum Frencis Tukan
Menurut dia, Kondisi hutan Pubabu yang didalamnya ada desa Linamnutu (besipae), Mio, Oe’ekam, Enoneten dan Pollo, Kecamatan Amanuban Selatan serta tindasan fasis rezim boneka imperialisme AS dalam hal ini Jokowi-Amin yang disokong oleh basis feodalnya, saat ini didominasi konflik antara masyarakat hutan Pubabu dengan Pemerintah Daerah Nusa Tenggara Timur dan Dinas Peternakan.
Klaim terhadap status dan kepemilikan lahan (tanah negara versus tanah milik/ masyarakat adat pubabu), sangat memprihatinkan khususnya bagi masyarakat adat yang hidup dalam wilayah hutan adat pubabu yang menggantungkan hidupnya dari hutan adat pubabu.
Menurut dia, penyingkiran/penggusuran terhadap masyarakat yang dilakukan Pemerintah Daerah Nusa Tenggara Timur menambah derita kemiskinan bagi masyarakat dalam kawasan hutan pubabu ditengah situasi Pandemi yang menjadi duka untuk semua orang dan disaat kondisi iklim yang sangat ekstrem dan intesitas curah hujan yang menurun yang sangat mempengaruhi kehidupan petani dan terancam bencana kelaparan.
pembiaran dan sikap tidak serius Pemda Nusa Tenggara Timur dalam menyelesaikan konflik kepemilikan hutan pubabu, adalah sikap yang anti terhadap petani, sikap ini juga merupakan bentuk untuk menyingkirkan hak atas tanah suku, tanah belukar milik rakyat yang ada dalam hutan pubabu sehingga dari tahun 2008 masyarakat yang ada dalam kawasan hutan pubabu hidup dalam rasa ketidaknyamanan, karena dengan alasan sepihak kapan saja pemerintah bisa melakukan penertiban terhadap masyarakat yang ada dalam kawasan hutan pubabu, dan juga berdampak pada masyarakat akan kehilangan akses pengelolaan terhadap hak atas tanah yang merupakan sumber kehidupan kaum tani pada umumnya.
Saat ini lanjut dia, masyarakat adat pubabu mendapat pukulan keras dengan kebijakan dan kesepakatan yang di buat oleh pemerintah provinsi yang di dalamnya ada Tiga point yaitu : Pendataan masyarakat yang ada dalam kawasan hutan. Penertiban dan Merelokasi masyarakat. Hal ini disampaikan oleh Enam orang Anggota Kepolisian ( Intel Polres) TTS pada hari kamis 29 juli 2020 yang bertempat di Lopo Besipa’e, Masyarakat menganggap bahwa kesepakatan yang dibuat adalah bersifat sepihak, tidak pernah melibatkan masyarakat dalam upaya penyelesaian konflik hutan adat pubabu. Ironisnya ketika pemerintah bersama Dinas Peternakan mulai tanggal 3-13 agustus 2020 akan berkantor di lokasi hutan yang masih berkonflik. Ini adalah Bentuk nyata tindakan arogansi pemerintah provinsi untuk memonopoli hutan milik masyarakat yang di huni saat ini.
Dia mengatakan, Dengan kedatangan pemerintah provinsi dan pihak keamanan yang didalamnya Pol PP, Kepolisian Dan TNI Pada tangga 4 agustus 2020 dengan melakukan Tindakan represif dan intimidasi yang telah dilakukan oleh pemerintah provinsi dan aparat keamanan serta menggusur paksa rumah beberapa warga bahkan beberapa anak-anak dan perempuan dibuang begitu saja ke keranjang mobil pihak kepolisian, tindakan tersebut adalah bukti nyata ketidak berpihakan negara terhadap rakyatnya, karena telah melakukan tindakan diluar dari kesepakatan masyarakat dan pemerintah, masyarakat menilai bahwa tindakan tersebut adalah tindakan sepihak yang anti terhadap rakyat.
Dia merincikan, Pada tanggal 5 agustus lagi-lagi tindakan represif dilakukan oleh pihak keamanan terhadap salah satu anak berusia 10 tahun atas nama Riki Tamonop yang mencoba untuk menghadang pembongkaran pagar bersama ibunya persis disamping rumah mereka, tapi kemudian anak tersebut langsung dibanting oleh pihak keamanan hingga saat ini ia masih merasakan sakit. Watak asli fasisnya rezim hari ini semakin nyata bersama kaki tangannya.
Terhadap kasus ini lanjut dia, apabila tidak diselesaikan secara demokrasi maka konflik kepemilikan tanah tersebut makin memperburuk kehidupan masyarakat di wilayah hutan Pubabu dan memperparah kemiskinan di Nusa Tenggara TImur. Atas persoalan diatas maka, Kami Yang Tergabung dalam Aliansi Solidaritas Besipae menuntut sebagai berikut :
1. Tolak Penggusuran terhadap masyarakat adat Pubabu
2. Cabut Sertifikat Hak Pakai nomor :00001/2013-BP,794953
3. Hentikan segala Bentuk Intimidasi terhadap masyarakat adat Pubabu
4. Hentikan Rencana Pendataan, Penertiban Dan upaya relokasi oleh Pemerintah provinsi terhadap masyarakat dalam kawasan Hutan.
5. Hentikan segala aktivitas pembangunan di wilayah hutan pubabu sebelum adanya penyelesaian konflik
6. Berikan Pengakuan terhadap Masyarakat Adat dan Hutan Adat Pubabu
7. Kembalikan Tanah suku dan belukar rakyat serta tanah pribadi yang ada dalam sertifikat Hak Pakai tanpa syarat apapun
8. Lawan segala Bentuk monopoli Tanah
9. Jalankan Reforma Agraria sejati dan Bangun Industri Nasional. (Ikz/***)