Saat hendak turun dari podium sederhana itu, dari samping kanan tampak dua orang ibu mendekati BKH. Langah mereka lugu dan malu-malu.
Seorang ibu bernama Katarina Mambu (55), menggegam tangan sambil memeluk BKH lalu kembali ke tempat duduknya.
BKH sendiri tampak terharu. Matanya berkaca-kaca mendengar ucapan nenek ini. Lazimnya pemberian seperti ini datang dari kandidat yang gemar bagi-bagi uang.
“Terima kasih mama, kalau saya menang saya akan kembali lagi ke kampung ini” kata BKH sambil mencium kening nenek Monika.
Gemuruh sorakan diiringi tepuk tangan kembali menggema seisi kampung. Satu per satu masyarakat yang hadir di situ bersalaman dengan BKH.
Selain itu, Nenek ini sesungguhnya sedang menasehati kita agar jangan menerima politik uang.
“Praktek jual beli suara telah merusak tatanan demokrasi. Yang banyak uang jadi pemimpin sementara yang punya integritas dan keikhlasan disingkirkan,” ketua Ikatan Keluarga Manggarai Raya (IKMR) Kupang ini.
Dalam kampanye itu, BKH mengatakan kartu Petani Sejahtera (KPS) menjadi kabar gembira bagi masyarakat miskin khususnya petani dan buruh tani selama pemaparan visi-misi dan program pasangan calon Benny K Harman-Benny Litelnoni (Harmoni) di NTT.
Solusi BKH mengentas kemiskinan NTT ini dinilai masyarakat menyentuh langsung persoalan yang sekian tahun mendera daerah ini.
Bagaimana tidak, persoalan modal usaha petani, pupuk, bibit, dan keterampilan adalah akar soal mengapa 85% orang miskin NTT terus terjebak dalam kemiskinan pelik.
Di setiap titik kampanye dialogis, dukungan kaum tani sangat terasa. BKH sendiri bahkan menyuruh masyarakat untuk mencatat dan merekam apa yang dia sampaikan sebagai bukti apabila terpilih menjadi gubernur NTT.
Bentuk dukungan mereka beragam. Ada yang rela datang berjalan kaki dari kampung-kampung, meninggalkan pekerjaan, bahkan memberi bekal makanan ringan untuk BKH. Pisang, ubi, dan buah-buahan adalah cendramata khas kampung yang selalu diberikan.
Dari semua bentuk dukungan itu, apa yang terjadi di kampung Poeng, Manggarai Timur menjadi kenangan tersendiri bagi BKH.
Aura senja di kampung ini membangkitkan semangatnya saat memaparkan visi-misi dan program unggulan Harmoni.
Tim sampai di kampung ini pada pukul 16.00 wita.
Cahaya senja memberi sensasi tersendiri di kampung yang di kelilingi gunung-gunung ini.
Semarak penjemputan di gerbang kampung dan iringan lagu “Ngkiong” dari masyarakat bagaikan vitamin politik yang membakar darah juang.
Usai berorasi selama 30 menit, riuh tepuk tangan menggema di halaman kampung (compang) Poeng.
BKH berorasi tepat di tangga masuk rumah adat Poeng atau dalam bahasa setempat disebut Mbaru Gendang. Sementara tua-tua adat duduk berjejer rapi di belakang dan samping BKH.
Tokoh Manggarai yang juga menjadi tim sukes Harmoni, Martinus Nahas mengatakan pemberian uang kepada kandidat adalah bentuk doa dan dukungan. Dalam budaya Manggarai ini disebut Wuat Wai.
Dalam konteks politik, demikian Nahas, pemberian uang doa dan dukungan seperti ini jarang terjadi. Namun bisa dibenarkan karena kandidat sama seperti seorang anak yang merantau membutuhkan dukungan.
“Ini uang wuat wai. Nilai dan budaya dalam diri seorang nenek masih kuat terjaga” pungkasnya.
Dalam konteks politik, dukungan riil seperti sarat simbolik.
“Ini merupakan simbol dukungan. Maknanya sangat dalam yakni kandidat yang bersangkutan harus mampu memperjuangkan kepentingan rakyat. Kandidat yang didukung adalah mandat kepentingan rakyat. Itu tujuan demokrasi sesungguhnya” jelas Nahas.
Setelah pamit dari kampung ini, BKH dan rombongan kembali melanjutkan perjalanan. Kami meninggalkan gerbang kampung tepat pukul 18.30 wita. (Ikz/tim)