Lukas Mbulang : JAKSA GAGAL MENEMUKAN PELAKU KORUPSI DANA BANSOS Di NGADA

  • Whatsapp

Kota Kupang, LensaNTT- Kuasa Hukum Terdakwa Kasus Bank NYY Yohanes Fua Radja Lukas Mbulang Menilai jaksa telah gagal menemukan siapa pelaku yang sesungguhnya dan gagal mengembalikan uang 4 Milyar lebih kalau tidak dengan cara memaksa Yohanes Fua Radja dan atau Sandra Siwe untuk mengembalikan uang. Dikatakannya masih ada temuan lain hasil temuan BPK sekitar 12,9 Milyar, dari fakta persidangan yang terungkap BPK tetap pada prinsip sesuai hasil rekomendasinya kepada pemda bahwa bank harus bertanggung jawab, selanjutnya dengan keahlian BPK bahwa Surat Tanda Setoran (STS) itu fiktif hanya karena nominal STS itu tidak tercover dalam rekening. Dalam sidang juga dinyatakan menurut saksi ahli BPK bahwa STS itu sah karena STS itu dilakukan sesuai mekanisme yang benar dari sebuah sistem yang biasa dilakukan oleh pemda dalam hal ini Dinas PPKAD yang ditandatanngani oleh pejabat yang berwenang kemudian sudah diparaf dan distempel Bank NTT.

Hal tersebut diungkapkan Pengacara terdakwa Yohanes Fua Radja, Lukas Mbulang, SH kepada Sejumlah Wartawan (28/2/2014) pasca sidang kasus korupsi dana Bansos no 65 dan 66 yang diajukan oleh Kejaksaan Negeri Bajawa dengan terdakwa Yohanes Fua Radja dan Sandra Siwe Mole. Kemudian Lukas juga menyampaikan, bahwa Sandra Siwe dengan tegas telah mengakui dalam persidangan dengan hati yang tulus dan jujur bahwa seluruh kejadian transaksi yang manipulatif, STS Fiktif, slip fiktif dan atau rekening fiktif terjadi dalam kantor Bank NTT, dengan menggunakan mesin Bank NTT, printer Bank NTT koneksitas dari Audit BPK dan rekomendasi bila dihubungkan dengan fakta persidangan sangat jelas bahwa 12,9 Milyar adalah hak Pemda Ngada yang harus masuk ke kas daerah.

Dengan demikian menurut Lukas, Jaksa telah gagal menemukan siapa pelaku yang sesungguhnya, kemudian gagal juga pada akhirnya mengembalikan uang negara  dan itu yang terjadi. Ia juga menambahkan, saya masih komit dengan error im Pesona atau jaksa telah salah menetapkan Yohanes Fua sebagai tersangka dalam kasus ini, karena STS fiktif itu terjadi karena di bank tetapi semua proses pemindahan uang melalui cek dan cek itu jika kita konek dengan Rekening Koran yang sah dana itu ada sesuai aplikasi, kemudian yang menjadi soal sisa dana yang tidak terpakai itu dikembalikan kepada kas umum daerah itu dikatakan uang tidak ada, tetapi uang itu ada didalam rekening giro, prosesnya adalah pemindahan pembukuan melalui STS.

Lukas melanjutkan,  STS itu resmi ketika diverifikasi dan ditandatangani secara resmi dan dalam fakta persidangan mengatakan bahwa proses verifikasi STS itu mengalami suatu proses yang panjang yang ditandatangani oleh pejabat lalu di bendahara mencek benar tidak uang masih ada, kode rekening betul tidak setelah kode rekening dan jumlah sisa uang itu ada baru bendahara merekomendasikan ditandatangani oleh yang berwenang yaitu kuasa pengguna anggaran dan pengguna anggaran itu sendiri.

Lalu itu dibawa ke bank, sampai di bank kan bank tidak serta merta menandatangani pasti di cek dulu, sambung Lukas, lalu setelah dicek kemudian baru distempel dan diparaf oleh bank. “Paraf itu bukan paraf seorang paraf Sandra Siwe namun paraf itu terjadi oleh seorang pejabat bank sebagai customer servive dan fakta juga menunjukkan bahwa itu orang punya bagian mengurus bagian giro pemda punya adalah customer service yaitu Sandra Siwe segala sesuatu yang terjadi itu sah, tegasnya
“Saya pikir fakta fakta yang sudah terungkap dalam persidangan, pertama, bahwa jaksa gagal dalam menetapkan tersangka dan yang kedua jaksa gagal dalam menemukan siapa pelaku yang sebenarnya”,  kata Lukas Mbulang dengan nada tinggi. Ia juga menandaskan, fakta hukum sepanjang STS ini belum dinyatakan ilegal oleh sebuah keputusan hukum yang bersifat final dan mengikat STS itu sah itu keputusan administrasi Negara, secara yuridis kita lihat bahwa proses berjalan tentang STS ini legal dari bukti yang ada itu legal dan bank tidak bisa berkelit, karena cap dan stempel bank, semua dan segala sesuatu yang terjadi itu di Bank NTT bukan diluar Bank NTT dan bukan dirumahnya Sandra Siwe. Kemudian Lukas menyambung, bahwa itu dikatakan terdakwa Sandra Siwe dalam persidangan Hari Kamis pada tanggal 27 Februari 2014 atas pertanyaan kuasa hukum, bahwa proses validasi sah dan tidak sah itu terjadi di bank, diakui mantan customer service yakni Sandra Siwe menggunakan fasilitas Bank NTT seperti computer dan printer milik bank dalam aksinya melakukan penggelapan dan manipulative di kantor Bank. Lukas menyebutkan, “Fakta mengatakan ada flash disk dari pengakuan terang terangan oleh Sandra, tetapi itu yang tahu hanya Sandra dengan Bendahara Umum Daerah dan almarhum Silvester Kembo  yang sudah meninggal, nah siapa yang bertanggung jawab ini”.

Dalam kesempatan ini Lukas Mbulang menegaskan, “Yang pasti ada 5 Milyar yang tersisa yang di bilyet giro deposito atas nama pemda, dan Sandra mengatakan bahwa ia bersama Petrus Ngetu diperintahkan oleh Kepala Dinas PPKAD Wihelmus Bate untuk mengambil dari istri almarhum Silvester Kembo, dan bilyet deposito itu kemudian dikembalikan kepada Wimpie dan dialihkan dan dimasukkan ke giro giro dan giro yang mana Sandra Siwe mengatakan tidak tahu, Ini Fakta Persidangan”
Sidang lanjutan korupsi dana bantuan social Ngada yang digelar oleh Pengadilan Tipikor (Kamis 27/2/2104) juga menghadirkan mantan Bupati Ngada, Piet Joa Nuwa Wea sebagai saksi dan Salomon dari BPK RI Perwakilan NTT sebagai saksi Ahli.

Dalam kesaksian Piet Jos Nuwa Wea mengatakan, selama dirinya menjabat tidak ada kejadian seperti (RC Fiktif – red). Dia juga heran mengapa muncul saat diri sudah tidak lagi menjabat, dan menurutnya semua itu terjadi pada tahun 2012 bukan pada masa tugasnya. Pada kesaksian tersebut ia sempat menjelaskan proses penerbitan STS dan struktur pejabat PPKAD kepada Majelis Hakim.
Sedangkan dalam kesaksian BPK dikatakan tidak ada kontroversi tentang STS, bahwa STS yang didakwakan  sebagai STS fiktif itu memang sebenarnya STS yang sah. BPK memberikan kesaksian, bahwa kas daerah disimpan di 3 bank, yakni BNI, BRI dan paling banyak Bank NTT. Untuk perbandingan bahwa pada Bank BRI dan Bank BNI sebuah Rekening Koran (RC) itu ditandatangani oleh pimpinan Bank sedangkan pada Bank NTT bisa ditandatangani oleh Customer Service, ternyata benar pada tanggal 21 Maret 2012 ada RC yang ditandatangani oleh Yohanes Dae Kepala Bank NTT Bajawa kala itu, lalu karena ada perbedaan maka BPK meminta referensi RC dari kantor Bank NTT Pusat, dan menjadi pegangan mereka untuk membuat perbandingan ternyata juga berbeda atau selisih, dengan demikian BPK ada berkesimpulan bahwa ada 12,9 Milyar yang merupakan Hak Pemda Ngada.

Dan dalam keterangan persnya Lukas Mbulang mengatakan, “Sangat jelas dalam fakta persidangan bahwa BPK dalam hal ini Salomon membantah bahwa dirinya pernah dicomplain oleh Kepala Bank NTT saat itu yakni Yohanes Dae menyangkut bolosnya RC yang diduga fiktif yang dikeluarkan oleh Bank NTT.

etika Kuasa Hukum Yohanes Fua Radja menanyai Salomon, siapa yang paling bertanggung jawab,  Salomon  hanya mengatakan, bahwa  BPK tidak berwenang untuk mengatakan….
Secara umum persidangan saat itu berjalan lancar dipimpin Ketua Majelis Hakim Somandana, dengan Hakim anggota Kairulludin dan Hakim Hartono sedangkan dari JPU hadir Bilin Sinaga dan Dwi Novantoro dari Kejari Bajawa. (anto

Komentar Anda?

Related posts