SoE,lensantt.com- Ganti rugi lahan terhadap pemilik lahan di Bendungan Temef hingga kini masih berproses.
Penantian warga pemilik lahan dibilang cukup panjang. Namun, harus juga diakui kalau untuk melaksanakan pembayaran tersebut harus melalui proses panjang.
Nasib para pemilik lahan ini masih ” digantung” namun sebagai masyarakat mereka akan tetap menunggu.
Melihat hal itu anggota DPRD TTS Marthen Tualaka angkat bicara. Kepada media ini Senin, (31/05/2021) menegaskan proses ganti rugi lahan harus dipercepat karena masyarakat sudah lama ingin mendapatkan hak mereka.
” Tiga instansi ini harus bersinergi untuk selesaikan proses ganti rugi, ” Kata dia.
Sebagai wakil rakyat dirinya merasa bersyukur karena pemerintah pusat membangun bendungan raksasa untuk masyarakat TTS.
“Kami bersyukur karena pemerintah pusat membangun bendungan temef,” kata dia.
Keberadaan bendungan ini kata dia, tentunnya bisa membantu masyarakat TTS di berbagai bidang. Namun lanjut dia, hak masyarakat pemilik lahan juga harus ikut diprioritaskan.
“Tiga instansi besar ini harus bekerja cepat untuk membayar ganti rugi lahan,” kata dia.
Sementara itu Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten TTS Alise Damaris Libing menjelaskan segala proses seperti pengukuran lahan sudah diproses namun, Surat Keputusan (SK) penetapan peta defitif dari Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK).
“SK penetapan dari kementrian LHK belum sampai ke kami,” kata dia.
Ia menjelaskan, saat ini yang didapat adalah surat pemberitahuan proses dari Balai Pemantapan Kawasan Hutan ( BPKH) Wilayah Kupang yang dikirim pada tanggal 17 Mei 2021.
“Jadi kami hanya dapat surat pemberitahuan dari BPKH, bukan surat Penetapan dari Kementrian LHK,” kata dia.
Diberitakan media ini sebelumnya dengan judul “proses Ganti Rugi Lahan Bendungan Temef Terkendala Surat Dari BPKH”
Kepala BWS NT II provinsi NTT menjelaskan, progres pembangunan Bendungan Temef di Kabupaten TTS terus meningkat.
Namun sayang, ganti rugi lahan belum juga di peroleh masyarakat. Para pemilik lahan harap-harap cemas dengan hak mereka.
Sebagian berpikir kalau Balai Sungai NT II yang bertanggungg jawab penuh soal ganti rugi itu.
Mungkin benar tapi ternyata proses ganti rugi tidak semudah yang dipikirkan karena harus melalui proses panjang.
Dan setelah menjalani proses itu pihak Balai Sungai terkendala Surat defitif terkait batas lahan antara masyarakat dan pihak kehutanan dari Kementrian kehutanan yang diserahkan melalui Balai Pemantapan Kawasan Hutan ( BPKH) Wilayah kupang.
” Surat dari Kementrian Kehutanan melalui BPKH itu yang kami kejar, ” Kata Kepala Balai Wilayah Sungai ( BWS) Nusa Tenggara II Provinsi NTT Agus Sosiawan kepada media ini Jumat, (7/05/2021)
Ia menegaskan, Untuk membayar ganti rugi lahan bendungan Temef pihak balai harus melakukan beberapa proses diantaranya memastikan batas tanah masyarakat dan pihak kehutanan.
“Memang prosesnya agak lama,” kata dia.
Soal pengukura batas tanah semua pihak yang berkepentingan dan masyarakat pemilik lahan sudah bersepakat.
” Soal pengukuran lahan sudah clear tinggal menunggu surat dari kementrian kehutanan,” tegasnya.
Tahun 2020 lanut dia , pihak BWS sudah melakukan koordinasi dengan BPN provinsi dan melakukan pengukuran lahan tersebut.
Namun, pihak BPN tidak bisa mengambil keputusan sendiri karena tiga proses yang harus dilalui adalah tracking Batas sementara cara dan batas definitif .
Khusus untuk batas definitif kehutanan merupakan kewenangan pihak BPKH wilayah kupang.
Dijelakannya, sesuai aturan yang ada setelah semua pihak telah menyepakati batas pihak BPKH mengusulkan kesepakatan itu melalui surat ke Kementerian kehutanan untuk melegalisir batas definitif.
Setelah itu , setelah pihak BPKH harus menyerahkan surat tersebut kepada pihak BWS sehingga dapat diusulkan ke gubernur
Kemudian gubernur merekomendasi ke pihak BPN wilayah NTT kemudian di delegasi Kepala Kantor Pertanahan TTS.
Pihak BPKH Wajib menyerahkan ke BWS karena Seluruh anggaran pengukuran maupun biaya ditanggung oleh BWS melalui PPK Pengadaan tanah.
” Semua biaya kami yang tanggung jadi surat itu harus diserahkan ke kami,” kata dia.(ikz)