Kupang,lensantt.com – Sidang kasus penjualan aset negara milik PT Sagared kembali digelar di Pengadilan Tipikor Kupang dengan agenda pembacaan putusan oleh majelis hakim, Selasa (10/1/2017).Â
Putusan terhadap terdakwa Paul Watang itu menuai protes dari penasehat hukum. Menurut penasehat hukum, putusan terhadap Paul Watang menunjukan majelis hakim sangat tidak profesional. Oleh karena itu, pihaknya akan mengajukan banding.
Dalam sidang itu, terdakwa, Paulus Watang divonis 9 tahun penjara denda Rp. 500 juta subsider 6 bulan kurungan. Paulus juga diwajibkan mengembalikan uang pengganti sebesar Rp. 3,988 miliar. Jika tidak mengembalikan selama satu bulan maka akan diganti dengan pidana penjara selama 5 tahun. Vonis ini jauh lebih ringan dari tuntutan JPU, yang sebelumnya menuntut terdakwa 22,8 tahun penjara.
Menurut majelis hakim, pihaknya memperoleh bukti yang cukup dalam persidangan tentang uang hasil penjualan aset hasil pembongkaran milik PT Sagared oleh terdakwa.
“Kami berkesimpulan, permohonan terdakwa dan penasehat hukum terkait proses penjualan merupakan inisiatif dari mantan Kepala Kejati NTT, John Purba dan Kasipidsus tidak memiliki bukti sehingga tidak ada satu alasan untuk membebaskan terdakwa dari segala jeratan hukum,” tegas majelis hakim.
Hal-hal yang memberatkan terdakwa menurut majelis hakim, terdakwa tidak menyesali perbuatanya, tidak sopan dalam persidangan dan perbuatan terdakwa bertentangan dengan komitmen pemerintah dalam pemberantasan tindak pidana korupsi. Sementara hal yang meringankan, terdakwa tidak pernah dihukum.
“Semua bukti yang kami ajukan bahkan keterangan saksi ahli semua diabaikan oleh majelis hakim. Ini bukti majelis hakim tidak profesional. Kami akan ajukan banding,” ujar Fransisco Besi.
Sidang dengan agenda putusan itu dipimpin ketua majelis hakim, Edy Purnomo Santosa dan dua hakim anggota, Fransiska Paulina Nino dan Yelmi. Hadir pula, JPU, Benfrid Feoh dan Emerensiana Jehamat. Sementara terdakwa Paulus Watang didampingi penasehat hukum, Fransisco Besi dan Nikolaus Rihi. (ikz)