158 Perangkat Desa Jadi Terdakwa, Dipo Pua Upa :  Hati-Hati Gunakan Dana Desa

  • Whatsapp
Nagekeo,lensantt.com — Anggota DPR RI F-PKB dari Dapil NTT-1 N. M. Dipo Nusantara Pua Upa, S,H., M.Kn., mengingatkan para kepala desa dan perangkat desa di Nusa Tenggara Timur (NTT) agar berhat-hati dalam mengelola atau menggunakan dana desa. Pasalnya, dari data yang ada dalam setahun 158 orang perangkat desa jadi terdakwa.
“Karena, jumlah kepala desa dan perangkat desa yang terkena kasus korupsi terus meningkat setiap tahunnya. Dalam setahun saja ada 158 perangakat desa yang menjadi terdakwa. Ini tentu saja  memprihatinkan. Jadi, para kepala desa dan perangkat desa di NTT agar berhati-hati dalam mengelola dan menggunakan dana desa,” kata Dipo Nusantara Pua Upa di Keo Tengah, Kabupaten Nagekeo, Selasa (17/3).
Anggota DPR RI F-PKB dari Dapil NTT-1 N. M. Dipo Nusantara Pua Upa, S,H., M.Kn. saat memberi sosialisasi kepada warga nagekeo
Peringatan tersebut dikemukakan Dipo dalam rangka sosialisasi Undang-undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Dipo menungkapkan, data 2015-2018 menunjukkan, ada 252 kasus korupsi anggaran desa. Dan trennya rerus meningkat. Jumlah kerugian negara dari seluruh kasus tersebut mencapai Rp 107,7 miliar.
Kalau melhat data yang ada, kata Dipo, tahun 2018 saja, ada 158 perangkat desa yang menjadi terdakwa. Hal ini pula yang membuat perangkat desa menempati peringkat ketiga profesi paling korup di Indonesia, dengan 158 terdakwa (13,61%). Peringkat pertama adalah pejabat pemerintah provinsi dan kabupaten kota, kota/kabupaten dengan 319 terdakwa (27,48%). Sedangkan peringkat kedua, swasta dengan 242 terdakwa (20,84%).
”Kasusnya macam-macam. Mulai dari penggelembungan anggaran, laporan fiktif, penggelapan, penyalahgunaan anggaran, sampai kasus suap,” ungkap Dipo.
Sementara di NTT sendiri, dalam tiga tahun terakhir (2016-2019) terdapat 32 kepala desa yang menjadi terdakwa kasus korupsi dana desa. Mereka dipidana dengan hukuman penjara antara satu tahun sampai tiga tahun lebih.
Menurut Dipo, tingginya korupsi ini memang tidak terlepas dari UU Desa yang memberikan kewenang kepada kepala desa dan perangkat desa untuk mengelola sendiri dana desa.
“Tetapi itu bukan penyebab utamanya. Penyebab utamanya ada di kepala desa dan perangkat desanya, serta system pengelolaan dan pengawasanya,” papar Dipo.
Menurut Dipo, kalau sistemnya baik, manajemen pengelolaannya baik, transparan, pengawasannya juga bagus, tentu saja tingkat korupsi para kepala desa dan perangkat desa akan bisa ditekan.
“Ini yang harus kita lihat lagi, sudah bagus atau belum. Mungkin kita menyontoh beberapa desa di Jawa dan Bali yang pengelolaan dana desanya bagus. Mereka bahkan transparan mengumumkan detil penggunaan dana desa yang dicetak dalam bentuk baliho besar di kantor desa. Sehingga siapapun bisa melihatnya. Dan kalau ingin tahu lebih detil bisa tanya ke kantor desa,”ungkap Dipo.
Menyinggung alokasi untuk dana desa dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun 2020, menurut Dipo,mencapai Rp 72 triliun, dengan rata-rata per desa mendapat Rp 960 juta. Komposisinya, tahap pertama disalurkan 40%, tahap kedua 40 persen, dan tahao ketiga 20%.
Revisi UU KPK
Dipo juga menyinggung tentang perlunya dilakukan pembaruan hukum melalui revisi Undang-undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
”Revisi UU KPK ini bertujuan untuk memperkuat dan membangun criminal justice system yang transparan, akuntabel dan terukur. Revisi ini untuk menyempurnakan pasal-pasal di UU sebelumnya yang diketahui masih banyak kekurangan,” papar Dipo.
Contohnya, kata Dipo adalah penyempurnaan dalam aspek sistem kelembagaan –yang menegaskan kembali posisi KPK sebagai lembaga penegak hukum yang membantu  presiden di bidang tipikor (Tindak Pidana Korupsi) di Indonesia.
”Dalam Pasal 3 UU KPK yang baru, dijelaskan bahwa KPK merupakan lembaga negara dalam rumpun kekuasaan eksekutif, yang dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan mana pun,” jelas Dipo.
”Jadi, revisi UU KPK ini dilakukan agar pecegahan dan pemberantasan  tindak pidana korupsi bisa berjalan efektif dan terpadu. Sehingga dapat mencegah dan mengurangi kerugian negara,” kata Dipo Nusantara Pua Upa.(ikz/hms)

Komentar Anda?

Related posts