Kupang,lensantt.Com – kasus Tanah Lapas Milik Teny Konay dan Kejati NTT bergulir begitu kencang.
Penyitaan tanah tersebut membuat Teny Konay Murka Karena menurut dia tanah tersebut adalah milik keluarga Konay
Usai disita Kejati NTT Teny Konay Melalui Kuasa Hukumnya Fransisco Bernando Bessi mengambil langkah Hukum dengan mem pra peradilan Kejati NTT.
Bicara tentang pengacara muda ini memang tak akan usai. Lawyer tampan ini namabya begitu harum di dunia beracara.
Kendati masih muda ia sudah menangani kasus-kasus besar dan selalu menang.
Pertarungan besar Kejati dan Sisco Bessi akan menjadi tontonan menarik bagi masyarakat.
Terkait pra peradilan yang diajukan Sisco Bessi dan tim kuasa hukumnya sidang awal sudah dimulai pada Jumat 20 Juni 2025.
Pada sidang awal sempat ditunda karena. pihak Kejati Belum menyiapkan jawaban terhadap pemohon.Hakim tunggal kemudian memutuskan siang dilanjutkan Pada tanggal 23 Juni 2025 mendatang.
Kepada media ini Jumat, 20 Juni 2025 Sisco Bessi menegaskan, dirinya optimis memenangkan Pra Peradilan tersebut
“Saya optimis memenangkan Pra Peradilan ini,” tegasnya.
Bahkan, ia telah menyiapkan kejutan yang tak terduga dari untuk pihak Kejati NTT berupa bukti- bukti yang ia pegang.
“Akan ada kejutan,” pungkasnya.
Sebagai ketua tim pengacara Fransisco Bernando Bessi mengapresiasi pihak Kejati NTT yang menghadiri sidang perdana pra peradilan tersebut.
“Saya sebagai ketua tim pengacara mengapresiasi pihak Kejati NTT yang menghadiri sidang perdana pra peradilan tersebut,” ucapnya.
Ia menegaskan sidang masih berjalan namun sebagian kuasa Hukum akan membela hak hukum kliennya dan memperjuangkan kebenaran.
Pengacara tampan ini mengatakan, Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara hukum yang berarti bahwa hukum menjadi dasar dari segala aspek kehidupan berbangsa dan bernegara. Ini berarti bahwa semua orang, termasuk pemerintah dan lembaga negara, harus tunduk pada hukum dan tidak ada kekuasaan yang di atas hukum.
Hukum juga sebagai panglima yang berarti hukum merupakan kekuatan tertinggi dan harus menjadi dasar dalam mengatur kehidupan, baik dalam skala kecil maupun besar, termasuk di negara. Hukum harus menjadi rujukan utama dalam pengambilan keputusan dan penanganan masalah, bukan kepentingan pribadi atau golongan tertentu.
Sebelum di beritakan media, penanganan kasus dugaan penggelapan aset Kemenkum HAM (termasuk Lapas Kupang) oleh Kejaksaaan Tinggi (Kejati) Nusa Tenggara Timur. Karena, jauh sebelum Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) terbentuk dan sebelum tukar guling (ruislag) oleh Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur atas obyek tersebut sesuai Surat Tukar Guling nomor: 1/Sub-Dit.AGr/1975 tanggal 7 Mei 1975 seluas 40 HA sudah ada tiga putusan hukum tetap (inkrah) atas obyek tersebut.
Ketiga putusan hukum tersebut yaitu pertama putusan nomor 8/1951 tanggal 23 Mei 1951 oleh Pengadilan Swapraja (Pengadilan Raja Raja) di Kupang, kedua putusan hukum nomor 19/1952 tanggal 28 Agustus 1952 oleh Pengadilan Sunda Ketjil di Singaraja-Bali dan ketiga putusan Mahkamah Agung nomor: 63K/1953 tertanggal 31 Agutus 1955.
Adapun pihak yang berperkara jelas Tenny Konay, adalah Viktoria Anin sebagai penggugat dan Bertolomeus Konay selaku tergugat atas tiga bidang Tanah Ulayat milik Keluraga Konay yaitu Tanah Danau Ina seluas 100 HA terletak di Kelurahan Lasiana dan Kelurahan Oesapa.
Tanah kedua yaitu tanah yang biasa disebut dengan Tanah Pagar Panjang seluas 250 HA terletak di dua kelurahan dahulu Kelurahan Oesapa sekarang sudah dimekarkan yaitu Kelurahan Oesapa dan Oesapa Selatan. Sedangkan tanah yang ketiga biasa disebut Tanah Pantai Oesapa seluas kurang 18 HA terletak di Kelurahan Oesapa.
Perkara antara Viktoria Anin dan Bertolomeus Konay di tahun 1951 tambah Tenny Konay, berlanjut tahun 1989 yaitu antara Esau Konay melawan Piter Konay yang adalah ahli waris pengganti dari Bertolomeus Konay.
Adapun pihak-pihak yang turut digugat dalam perkara tersebut Bupati Kupang sebagai tergugat dua, Gubernur NTT tergugat tiga dan Mendagri sebagai tergugat empat. Kemudian berdasarkan putusan perkara inilah yang kemudian dilakukan eksekusi oleh Esau Konay termasuk obyek di atas tanah Kemenkum HAM yaitu bangunan Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kupang.
putusan perkara tersebut yaitu putusan nomor 6/PDT/G/1989-Kpg tertangggal 18 September 1989 yang diperkuat putusan PT Kupang nomor 9/PDT/PTK/1990 tanggal 13 Februari 1990 dan putusan MA nomor : 3171 K/PDT/1990 tanggal 18 Juni 1996/
Dilanjutkan dengan pelaksanaan eksekusi olen PN Kupang sesuai Berita Acara Eksekusi nomor 08/BA.PDT/G/1951 tertanggal 8 September 1997 atas obyek bidang tanah Pagar Panjang hanya seluas 60 HA dari 250 HA di mana termasuk di atas obyek tersebut sebagian adalah tanah yang diklaim milik Kemenkum HAM seluas 40 HA.
Saat itu, tidak dilaksanakan eksekusi atas bangunan Lapas Kupang milik Kemenkum HAM yang berada di atas bidang Tanah Pasir Panjang karena adanya surat penyerahan kembali sebagian tanah Kemenkum HAM kepada Esau Konay sebagai pemohon eksekusi.
Penyerahan Kembali dilakukan Kepala Lapas Klas II A Kupang waktu itu Dicky Foeh disaksikan Lurah Oesapa dan Camat Kelapa Lima tertanggal 21 April 1999. Dan sampai saat ini belum ada pencabutan atas surat tersebut oleh pihak Kemenkum HAM RI.
Semrntara itu, Ahli Waris Teny Konay mengatakan, Sikap Kalapas Kupang, Dicky Foeh ini mendapat apresiasi Esau Konay (ayahnya) karena telah melakukan pendekatan sehingga bangunan Lapas Kelas II A Kupang tidak ikut serta dieksekusi pada waktu itu.
Sambil mengutip berita acara eksekusi tersebut Tenny menegaskan tidak ada alasan hukum bagi Kemenkum HAM untuk tidak mengakui surat Kalapas Kupang Dicky Foeh tersebut. Sebab dalam berita acara ekskusi tersebut secara jelas menyatakan bahwa “Bila pihak-pihak belum melakukan pendekatan dengan Esau Konay akan ditindaklanjuti dengan eksekusi pembongkaran bila ada permohonan dari Esau Konay”
”Hal ini sesuai dengan putusan serta merta dalam Bahasa Belanda “uitvoerbaar bij vooeraad” yang artinya hukum yang sering diterjemahkan sebagai putusan serta merta dalam bahasa Indonesia ini berarti putusan pengadilan dapat langsung dieksekusi,” ungkapnya.
Dalam berita acara eksekusi tersebut lanjut dia, juga disebutkan secara jelas bahwa titik XV sampai dengan titik XVI membelah Lapas Kupang tepatnya pada bagian belakang”.
”Karena itu, jika berita acara eksekusi dan berbagai putusan hukum ini belum diketahui maka Kejati NTT bisa melayangkan permintaan ke Pengadilan Negeri Kupang untuk menjelaskanya. Sebab semua putusan hukum ini adalah produk Pengadilan Negeri Kupang termasuk Pengadilan Tinggi Kupang dan Mahkamah Agung Kupang,” bebernya.
“Berita acara ekskusi ini sudah menjadi akte van dading di mana semua pihak yang berada di atas obyek tereksekusi harus melakukan pendekatam dengan Esau Konay sebagai pemohon eksekusi jika tidak maka akan itindaklanjuti dengan eksekusi pembongkaran, bila ada permohonan dari Esau Konay,” tegas Tenny Konay masih tetap mengutip Berita Acara Eksekusi Pengadilan Negeri Kupang tertanggal 18 September 1997.
Ia juga menyoroti soal surat penyerahan obyek tanah Kemenkum HAM oleh Gubernur KDH Tingkat I NTT, El Tari pada 1975 sesuai Surat Tukar Guling nomor: 1/Sub-Dit.Agr/1975 tanggal 7 Mei 1975 seluas 40 HA.
Dalam surat tersebut jelas Tenny Konay mengutip Surat Keterangan Melepaskan Hak nomor: 1 /Sub.Dit.Agr/1975 tanggal 7 Mei 1975 pada point c menyatakan ”Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Nusa Tenggara Timur di Kupang menanggung bahwa tanah yang diberikan sebagai penggantian kepada Direktur Daerah Pemasyarakatan Nusa Tenggara Timur bagian Timur di Kupang, bebas dari hutang-hutang maupun beban lainnya pada waktu diberikan sebagai tanah pengganti dan jika ada maka hal tersebut menjadi tanggungan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Nusa Tenggara Timur di Kupang dan akan dibayar sendiri” (***)