Kota Kupang, LensaNTT, – Wartawan harian Flores Pos (FP), yang bertugas di Lewoleba kabupaten Lembata, Nusa Tenggara Timur (NTT), Maksimus Gantung, mendapat ancaman pembunuhan oleh pengawal bupati Lembata, Yantje Sunur. “Saya didatangi dua orang pengawal Bupati mengancam dibunuh dan sempat melontarkan pukulan tapi saya menghindar. Istri saya berteriak histeris dan anak saya lari sambil berteriak minta tolong. Mereka juga mengancam akan kembali lagi kerumah saya,” kata Maksimus Gantung kepada wartawan melalui telepon dari Lewoleba, Sabtu, (15/3) siang. Dari kejadian itu saya langsung melapor ke Polres Lembata dengan Surat Laporan nomor; SPPL/37/III/2014/NTT/Re Lembata, tanggal 14 Maret 2014, dan diperiksa oleh Brigader polisi Samson Eden Mogilaa. Dari ancaman itu membuat istri dan dua anak saya merasa ketakutan dan trauma hingga saat ini. “Istri saya Rovina Wona Wutun dan Arnoldus Petrus Kanisius Gantung serta Maria Adriani Wamolia Gantung sangat trauma berat, karena mendengar dan menyaksikan ancaman dan pemukulan diruma saya,” kata Maksimus Gantung, sambil meminta bantuan.
Kedua orang itu menurut Maksimus, sering bertemu di rumah jabatan bupati Lembata, antara lain Qasin alias Setu saat ini sebagai pegawai kontrak di Pemkab Lembata dan seorang lagi biasa disapa Frits sebagai pengusaha lokal Lembata. Kedua orang tersebut datang kerumah saya dan ancam, “Stop tulis tentang bupati Lembata dan tentang pembunuhan Kornelis Wadu. Kami akan datang lagi. Sambil ayunkan kumpalan tangan kearah saya,” kata Maksimus.
Dari kejadian itu Forum Jurnalis Lembata meminta Polisi harus serius menangani kasus pembunuhan di Lembata serta Mabes Polri diminta turun tangan menangani kasus ancaman membunuh wartawan di Lewoleba terkait pemberitaan terhadap kinerja Bupati dan aparat Kepolisi segera mengkap dua preman yang mengancam wartawan flores pos di Lewoleba NTT, minta ketua Forum Jurnalis Lembata Elias Luli Makin.
Elias Luli Makin, mengatakan, Saat ini kami sedang berada di Markas Polres Lembata,melakukan orasi dan unjuk rasa meminta agar Polisi segera menangkap para preman yang telah mengancan membunuh wartawan teman kami. Aksi damai itu akan berlanjut di gedung DPRD Lembata, bersama ribuan masyarakat yang datang secara spontan sejak tadi lama.
“Aksi damai yang sama sejakt tadi malam. Setelah mendengar wartawan Flores Pos diancam dibunuh oleh preman yang setiap hari mencari makan di Rujab Bupati Lembata. Namun aksi tadi malam langsung ditangani Kapolres Lembata dan pukul 23.30 wita masa akhirnya membubarkan diri dan masa berjanji pagi ini akan kembali melakukan unjuk rasa,” kata Elias Luli Makin.
Elias Luli Makin, menyampaikan dari Lewoleba, ribuan masa sudah berkumpul dan sebentar lagi akan bergerak ke Polres Lembata dan ke Kantor DPRD Lembata, dengan satu tujuan adalah menangkap preman-preman suruan bupati serta membongkar keterlibatan preman terkait mbunuh Lorens Wadu mantan Kadis Perhubungan Lembata.
Aktivis Perempuan Cabang Larantuka, NTT, Oa da Silva, mengatakan, Ribuan Masa tergabung dengan FP2L dan Aliansi Keadilan dan Kebenaran Aldira Lewoleba serta Forum Jurnalist Lembata, meminta pertanggungjawaban bupati Lembata terhadap ancaman kepada wartawan dan kasus pembunuhan Loresius Wadu, jelas Oa da Silva.
Alexander Murin, Koordinator FP2L Lembata, Alexander Murin, mengatakan, dari kasus itu kami sudah memberikan jawangka waktu penangkapan preman peliharaan bupati Yantje Sunur yang dibawa dari Jakarta dan menjadi tenaga kontrak di Pemda Lembata. “Jika hingga Senin, (17/3) Polisi belum menangkap kedua preman busuk itu, maka masyarakat, tokoh agama dan sejumlah LSM di Lembata akan menduduki rumah jabatan bupati dan mengusir bupati dari Lembata,” kata Alex Murin.
Kapolres Lembata, AKBP, Wresni Haryadi Setya Nugroho, ST, membenarkan bahwa saat ini ribuan masa melakukan unjuk rasa dan meminta pelaku pengamcaman ditangkap serta menelururi siapa dibalik dua preman itu.
“Kedua pelaku sudah kami panggil. Namun sampai saat ini belum ada. Jika panggilan itu kedua pelaku ancaman itu tidak datang maka akan dijemput paksa oleh anggota. Untuk identitas keduanya kami sudah mengetahui,” kata Kapolres Lembata Setya Nugroho Ketua, AJI Kota Kupang, NTT, Simon Petrus Nili, mengatakan kenapa pejabat publik di NTT selalu menggunakan preman untuk mengancam wartawan. Pada hal media telah menyedian ruang untuk memberikan hal jawab. “Bukan jamannya lagi main kekerasan terhadap pekerja Junarlis di NTT. Oleh sebab itu Polisi segera proses hukum pelaku ancaman itu dan menyidik siapa yang menjadi otak dibelakang preman itu,” kata Simon Nili.
“Jika seperti yang disampaikan kedua preman itu, untuk tidak menulis tentang bupati Lembata dan kasus pembunuhan Lorens Wadu, maka pasti ada hubungan dengan bupati dan pembunuhan di Lembata. Hal tersebut memberi ruang bagi penyidik untuk segera menindak tegas serta proses hukum terkait kasus-kasus yang terjadi di Lewoleba,” kata Simon Nili. (Anto)