More
    HomeHukrimUsir Pendemo, Sat.Pol.PP Kabupaten Ngada Dinilai Tidak Tau Aturan

    Usir Pendemo, Sat.Pol.PP Kabupaten Ngada Dinilai Tidak Tau Aturan

    Bajawa, lensantt– Pasca publik nasional dan internasional dikejutkan berita aksi Pol PP Ngada Flores memblokade bandara atas perintah arogan Bupati Marianus Sae, kekerasan aparat penegak hukum barisan Satuan Polisi Pamong Praja Ngada kembali berulang. Masih dalam modus yang sama, lagi-lagi Pol PP Ngada. Kali ini aparat Pol PP Ngada mengusir delegasi warga yang datang untuk bertatap muka dengan pemerintah daerah setempat guna menyampaikan sikap dukungan terhadap supremasi hukum atas persoalan blokade landas pacu Bandara Turelelo Soa Ngada.

    Sebuah forum diskusi elemen muda yang peduli supremasi hukum bernama Ngada Diaspora harus menanggung tindakan emosional Pol PP Ngada yang diduga tidak begitu memahami cara pendekatan persuasif terhadap sebuah aksi.

    Menurut beberapa saksi mata lapangan, (Kamis, 23/1/2013) kehadiran  Forum Ngada Diaspora yang datang melalui pemberitahuan resmi dan izin keamanan sejak dua hari sebelumnya, diusir oleh aparat Pol PP Kabupaten Ngada dari kantor daerah setempat, setelah wakil bupati Ngada Paulus Soliwoa pun tidak berkenan menemui aspirasi warganya.

    Aparat Pol PP juga melarang delegasi Forum Ngada Diaspora membacakan poin-poin pernyataan sikap dalam petisi dukungan terhadap penegakan supremasi hukum atas kasus blokade Bandara Soa. “Kamu belum puas, kamu belum puas kah..?.Kamu bunuh saja Bupati Ngada supaya kamu ganti dengan Bupati yang baru”, demikian rekam kejadian yang berhasil dicatat seluruh media dari ungkapan Kasat Pol PP Ngada, Hendrikus Wake. Tidak berhenti disitu, Wake menambahkan, “saya ini kepala keamanan disini, saya tidak mendapat surat pemberitahuan dari anda. Jangan baca itu petisi disini. Anda salah tempat. “Amankan, ayo ambil kertas-kertas itu”, kata Wake, Kasat Pol PP Ngada di halaman kantor daerah Kabupaten Ngada di Bajawa. Catatan para media, Wakil Bupati Ngada, Paulus Soli Woa pada waktu kejadian berada di tempat, persisnya dalam ruangan kerja wakil bupati.

    Bupati Marianus Sae masih berada diluar daaerah, tetapi ironisnya wakil bupati pun tidak berkenan menemui tiga orang delegasi forum Ngada Diaspora. Hingga Forum Ngada Diaspora bergerak menuju kantor DPRD Ngada, wakil bupati tidak keluar dari ruangan kerja, hanya diwakilkan kepada asisten daerah Vianey Djone, kabag humas serta kabag hukum didampingi sejumlah oknum PNS lingkup Pemkab Ngada. Dalam insiden ini sempat terjadi kericuhan seorang warga tiba-tiba menembus barikade polisi menuju koordinat Forum Ngada Diaspora dan berupaya menyerang, memukul koordinator forum Ngada Diaspora, Frits Doze.

    Dari data yang berhasil dihimpun media, koordinator Ngada Diaspora, Frits Doze adalah seorang biarawan diakon yang tergugah dan terpanggil secara moral terhadap kondisi daerah yang dinilai memprihatinkan pada segi-segi tertentu dari kehidupan demokrasi bangsa. Kesigapan regu polisi Polres Ngada berhasil mematahkan aksi nekat warga yang mulai diketahui memiliki hubungan keluarga dekat dengan oknum anggota Pol PP Ngada yang terlibat dalam kasus blockade bandara.

    Atas aksi nekatnya, pelaku langsung dibekuk regu kepolisian dan diamankan di Mapolres Ngada, namun sayang, beberapa informasi bebas kembali beredar beberapa jam setelah itu, diduga tidak lama usai diperiksa polisi, pelaku kembali dilepas tanpa ada keterangan jelas dari pihak kepolisian Polres Ngada kepada publik. Menurut Ketua Forum Ngada Diaspora, maksud kehadiran forum diantaranya untuk menyampaikan apresiasi atas sikap kooperatif Bupati Marianus Sae mengikuti proses hukum kasus blokade Bandara Turelelo, serta sekaligus menyampaikan secara persuasif beberapa atensi publik perihal proses hukum kasus blokade bandara Turelelo yang sedang dalam penanganan Polda Nusa Tenggara Timur saat ini.

    Selain itu forum juga mau menyampaikan aspirasi penegakan supremasi hukum yang berlangsung harus bebas intervensi politik dari pihak manapun termasuk bebas manuver pejabat. Forum juga menilai akhir-akhir ini beberapa potensi politik atas nama rakyat Ngada begitu mudah dipakai sekelompok orang “atasnama rakyat” untuk mengintervensi aparatur penegak hukum dalam proses kasus blokade bandara Turelelo.

    Atas peristiwa ini sejumlah pihak dan Forum Ngada Diaspora menyesalkan sikap arogansi birokrasi dan aparat Pol PP Ngada yang masih saja memamerkan kekerasan terhadap warga. “Kehadiran kami berangkat dari gerakan moral untuk menggugah siapa saja dalam mendukung penegakan hukum dan ketauladanan di daerah ini. Kami bersuara sebagai warga dan purta putri Ngada yang juga memiliki hak yang sama untuk berpendapat dan berbicara. Kami tidak berkepentingan pada jabatan, kekuasaan dan politik praktis. Kami datang membawa partisipasi kami sebagai masyarakat Indonesia dan sebagai masyarakat Ngada untuk mengaawasi dan member atensi pendapat kepada para pihak terkait terhadap kondisi daerah dan kondisi demokrasi kita yang masih penuh dengan hal-hal yang masih harus dikerjakan bersama ini. Porsi kami hanya untuk berpendapat pun dilarang. Untuk membacakan poin petisi pun dibatasi dan diusir. Apakah negeri ini sudah merupakan milik sekelompok orang saja???.” Ujar Diakon Frits Doze kepada sejumlah wartawan.

    Dia menambahkan, arogansi beberapa oknum birokrat di Ngada telah membawa petaka preseden buruk bagi daerah Kabupaten Ngada di mata dunia. Selain masalah blockade bandara, kehadiran Forum Ngada Diaspora yang beranggotakan warga Ngada, himpunan putera-puteri Ngada yang awal mulanya berasal dari forum diskusi kritis dunia maya “Facebook Forum Ngada Diaspora” lalu diwujudkan kedalam tindakan nyata, oleh Pemda Ngada selaku bapak dan pemimpin rakyat hanya diladeni bertemu di lorong samping tempat parkir kendaraan khusus pejabat.

    Permintaan tiga orang anggota Delegasi Forum untuk bertatap muka sejenak dalam ruangan pun tidak  diizinkan bahkan berujung diusir Satpol PP Ngada. “Nasib warga kecil memang seperti ini. Kantor Daerah yang begitu besar dan menjadi symbol rumah rakyat, sekedar untuk memberi ruang bagi kami tiga orang untuk duduk bicara dari hati ke hati dengan pemerintah, guna mendengar keluh kesah kami, itupun diblokir oleh arogansi kekuasaan. Betapa tragis nasib warga kecil di negeri ini”, ujar Diakon Frits. (Anto/Ikzan)

    Komentar Anda?

    Izack Kaesmetan
    Izack Kaesmetan
    Owner & Jurnalist LENSANTT.COM, Anggota DPD HPSI NTT.

    Must Read

    spot_img