WAKIL BUPATI NGADA DI-NILAI AROGAN

  • Whatsapp

Bajawa, lensantt -Perhimpunan Mahasiswa Katholik Republik Indonesia  (PMKRI) Cabang Bajawa Menilai  sikap Wakil Bupati Kabupaten Ngada Paulus Soli Woa terkait insiden penolakan, pengusiran serta ancaman pemukulan terhadap Koordinator Forum Ngada Maya Diaspora beberapa waktu lalu di halaman depan kantor daerah Kabupaten Ngada di Bajawa (23/1/2014) adalah sikap yang arogan yang tidak perlu di lakukan oleh seorang Wakil Bupati.

Pada keterangan pers di Marga PMKRI  Cabang Bajawa (27/1/2014), melalui Koordinator Frit Djanga, menilai insiden tersebut melukai jiwa dan pesan-pesan demokrasi dalam kebebasan berpendapat di muka umum.

PMKRI Bajawa mengemukakan hal itu usai, menggelar diskusi internal yang dilakukan PMKRI Bajawa dalam mengkaji dan mendalami berbagai peristiwa dan gejala yang dinilai berpotensi terhadap upaya pembungkaman demokrasi berpendapat di bumi Ngada Flores.

“Kami mengecam keras peristiwa itu, karena pemerintah sebagai pelayan bagi masyarakat sangat tidak disangka terbalik penerapan menjadi penguasa yang membungkam hak-hak warga sipil dalam berpendapat ataupun dalam mengawasi roda pemerintahan di daerah ini. PMKRI menilai hal ini terjadi karena oknum-oknum pejabat bersama aparat Pol PP Ngada tidak paham akan tugas tupoksinya sebagai pelayan, sebagai alat negara dan sebagai alat demokrasi bangsa

“Kesan dan penilaian kami, pemda Ngada semakin tertutup dan arogan terhadap rakyat”, ungkap Frit Djanga, Koordinator PMKRI Ngada.

Selain itu, PMKRI melihat insiden yang menimpa Forum Ngada Maya Diaspora merupakan ekspresi kegagalan kepemimpinan dari seorang Wakil Bupati Ngada dalam merespons aspirasi warga di alam demokrasi yang secara prinsipiil menjamin kebebasan berpendapat, kebebasan menyampaikan pikiran ataupun kritik dan saran di muka umum. Pasalnya, kejadian ini berlangsung usai wakil Bupati Ngada, Paulus  Soli Woa melalui asisten daerah menyatakan tidak berkenan menerima perutusan Forum Ngada Maya Diaspora bertatap dengan pemda di kantor daerah kabupaten Ngada. Wakil Bupati Ngada juga menolak penyampaian petisi terkait dukungan terhadap supremasi hukum kasus blokade bandara Turelelo, Soa.

“Sebelum terjadi pengusiran dan insiden kekerasan melalui upaya pemukulan oknum tak dikenal terhadap koordinator forum Ngada Maya Diaspora, Wakil Bupati Ngada melalui asisten daerah Vianey Djone menolak permintaan tatap muka di kantor daerah. Kami menyesalkan sikap wakil bupati dalam peristiwa ini dan kami menilai hal ini merupakan cerminan kegagalan kepekaan seorang pejabat yang diwarnai sikap arogansi yang tidak patut diguguh ataupun ditiru”, tambah Djanga.

Ditempat terpisah Salah satu anggota PMKRI, Arigius Belo kepada wartawan  meminta, kepada masyarakat supaya  melihat  seluruh praktek pembungkaman demokrasi yang dipraktekan oleh para pejabat di bumi Ngada. Menurut dia, kesombongan oknum-oknum pejabat dalam berbagai insiden kekerasan terhadap aksi-aksi kritis di daerah telah menjadi preseden buruk di mata umum. Belo menilai hal ini tidak boleh dibiarkan begitu saja dan harus terus dikritisi atau disikapi secara tegas oleh seluruh insan demokrasi di negeri ini.

“Memalukan. Yang terjadi selama ini tidak patut dibiarkan. Ini semua harus dikawal secara tegas untuk bisa memberikan efek jera kepada oknum-oknum pejabat yang bertindak diluar dari koridor tugas mereka sebagai penjaga, pelayan dan pelaksana demokrasi di negeri ini. Tidak ada kata lain untuk praktek-praktek pembungkaman terhadap hak-hak berdemokrasi, hanya ada satu kata, lawan..!”, tegas Ari Belo, aktifis PMKRI, mahasiswi yang kini duduk di semester V (lima) PJKR Citra Bhakti Ngada.

Potret buram ini, PMKRI melalui Koordinator Calon Cabang Bajawa, Frit Djanga mengajak masyarakat berpikir kritis dan berani mengevaluasi seluruh perilaku para pejabat sebagai pelayan yang sudah keluar dari jati diri dan panggilan mereka dihadapan  masyarakat. “Saya minta masyarakat bisa lebih kritis membaca tanda-tanda kemunduran berdemokrasi di daerah ini. Yang terjadi saat ini sudah sangat ironis, tidak layak dibiarkan dan harus diawasi secara kritis oleh semua stake holders di daerah”, ujar Frits. “Sebenarnya dalam mengawasi hal-hal demokrasi di Ngada bukan hanya tugas PMKRI saja, tetapi merupakan tugas kolektif seluruh elemen demokrasi dalam berbangsa dan bernegara. PMKRI akan menyikapi persoalan ini secara organistoris sebagai bentuk kepedulian terhadap masalah demokrasi bangsa yang masih dibungkam oleh berbagai lini di daerah”, tambah Djanga. (TIM)

Komentar Anda?

Related posts